Kouneko
merasa kebingungan, dia berikir tentang apa yang dia rasakan terhadap Usagi.
Kouneko merasa belum bisa mencintai Usagi, tapi tak ingin kehilangannya meski
sebentar.
Hari
menjelang malam, Kouneko masih tak bisa tertidur dengan minumannya yang telah
habis. Kouneko melamun di tempat tidurnya dan mencoba memejamamkan mata
berharap dia tidur dengan sendirinya.
Tiba
tiba lampu menyala. Anehnya Kouneko yang memejamkan mata, mungkin dia masih setengah
terjaga, berusaha tertidur lelap rasanya sulit. Dia merasa ada sesuatu yang
hangat pada telapak tangannya hingga mencoba membuka mata perlahan untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Samar terlihat seseorang yang kelihatannya dia
nantikan.
“Usagi
… apa ini mimpi, jangan tinggalkan aku” Kouneko memeluk Usagi dengan eratnya
setelah sadar bahwa Usagi lah yang memegang tangannya. Usagi hanya tersenyum.
“Bukankah
kamu memintaku di sini menunggu, rasanya sangat lama menantikan kamu pulang”
“Jadi
kamu merin dukan aku…” Usagi mempertanyakan itu pada Kou.
Entah
sadar atau tidak Kouneko memulainya. Kouneko seakan tenggalam dan tak
terkendali. Apakah Kouneko mulai mencintai Usagi, atau apa yang dia lakukan
sebatas nafsu seorang pria. Kouneko dan Usagi, ini lah pertama kali nya mereka berhubungan,
menghabiskan malam berdua setelah pernikahan.
Cahaya
muncul dari balik kisi – kisi jendela dan ruangan menjadi semakin terang, siang
hampir menjelang. Kouneko dan Usagi mereka masih bersama tertidur di ranjang. Kouneko
akhirnya bisa tidur pulaas setelah beberapa hari menanti Usagi.
“Kou…
bangun” Usagi berusaha membangunkan Kouneko yang tengah tertidur. Padahal Usagi
sendiri masih setengah terbangun di samping Kouneko.
Kouneko
yang masih mengantuk mulai terbangun, dia kaget seketika hingga rasa ngantuknya
langsung menghilang. Kouneko tersadar kalau Usagi ada di sampingnya.
“Apa
yang terjadi…” Kouneko sendiri tak begitu ingat yang dia lakukan semalam.
“Dasar
bodoh… setelah apa yang kamu lakukan. Kamu pura – pura tak mengingat apa pun.” Usagi
mengatakan perlahan.
“Jadi
kita melakukannya… maafkan aku”
“Kenapa
juga kamu minta maaf… Tidakkah kamu tau bahwa aku selalu menantikan ini” Usagi
tersenyum dan memegang wajah Kouneko yang dingin.
“Maafkan
aku…”
“Minta
maaf lagi… kamu tak perlu mengatakannya berulang kali.”
Tiba
– tiba Usagi merasakan sakit di perutnya. Kouneko pun menyadarinya hingga dia
mulai menunjukkan perhatiannya pada Usagi.
“Jadi
apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu lebih baik. Ah, kali ini akan aku buatkan
sarapan untukmu” Ucap Kouneko.
Sebelum
Kouneko pergi dari tempat tidur, Usagi menahan Kouneko, memegang tangannya dan
mengatakan “cium aku”
Kouneko
pun mencium kening istrinya yang masih berada di ranjang.
Beberapa
waktu berlalu, Usagi berjalan ke arah ruang makan dengan agak terhuyung. Kouneko
terlihat menata meja makanan dengan rapi.
“Usagi,
kamu yakin baik – baik saja” Kouneko memapah Usagi hingga duduk di kursi.
Usagi
memakan sup dan mencicipi makanan lainnya yang tersedia “Ini sangat lezat Kou”
“Benarkah”
Kouneko akhirnya tersenyum pada Usagi.
“Ya,
tentu aku tau semua ini adalah makanan instan” giliran Usagi yang tersenyum,
dan Kouneko yang memalingkan wajahnya.
“Tapi
terima kasih, telah meyajikan makanan yang untukku” Usagi lahap memakan semua
makanan di meja.
“Usagi,
ini sudah tengah hari, bagaimana dengan pekerjaan. Seingatku, aku tak pernah
melihatmu melepaskan tanggung jawabmu dalam bekerja dan memimpin perusahaanmu,
bahkan disaat sakit kamu sempatkan bekerja.” Usagi hanya tersenyum saat melihat
Kouneko bicara seperti ini.
“Kamu harusnya bergegas. Kamu sudah sangat
terlambat. Biarkan aku yang mengantarmu”
Kouneko
masih merasa bersalah atas yang dia lakukan pada Usagi semalam, dan bertanya
tanya “apa jangan – jangan karena aku terlalu berlebihan”.
“Apa
sakit… Usagi, apakah itu sangat menyakitkan ?” Kouneko merasa khawatir.
“Usagi
jangan sembunyikan rasa sakitmu dengan terus terusan tersenyum seperti itu, Aku
serius”
“Kou,
aku tak apa. Sebenarnya aku hanya merasa lemah karena selama dua hari aku tak
makan”
“Bodohnya...
Seharusnya kamu jangan terlalu larut dalam pekerjaan hingga lupa untuk
memperhatikan sedikit kondisimu” Kou terlihat mencemaskan Usagi.
“Tapi
aku senang, baru kali ini aku melihatmu sekhawatir ini” Usagi melihat ke arah
Kouneko.
“Aku
bicara terlalu banyak rupanya, yang jelas aku tak yakin kamu baik baik saja”
Kouneko mulai tersipu.
“Sebaiknya
kamu tidak perlu masuk bekerja hari ini, biar aku kirim pesan pada bawahanmu”
Kouneko menuju ruang tengah dimana teleponnya berada.
“Tidak
perlu, aku sudah atasi semua,” Kata Usagi tegas, hingga Kouneko menghentikan
langkahnya.
“Jadi
kamu akan berangkat bekerja, sudah kubilang, hari ini jangan…”
“Aku
keluar, aku tidak lagi menjabat sebagai direktur” dengan santainya Usagi bilang
pada Kouneko bahwa dia sudah tidak bekerja lagi.
“Jangan
bercanda” Kouneko menghampiri Usagi dan meyakinkan dirinya bahwa yang dikatakan
Usagi hanyalah gurauan. Usagi punya kebiasaan menggoda Kouneko dengan candaan
dan kata – kata yang tak bisa dipercaya.
“Kamu
serius ?” Kouneko masih tak yakin dengan yang dia dengar.
“Aku
serius, lagi pula papa sudah merasa sehat sejak lama, kurasa beliau rindu untuk
kembali mengurus Hinori Group”
Usagi
berdiri dari kursinya, dia mendekat pada Kouneko dan dengan telapak tangannya
yang lembut menyentuh wajah Kouneko. Usagi meyakinkan Kouneko dengan berkata “lihat
aku. Sekarang aku adalah istrimu. Aku di sini untuk mu, tanggung jawabku adalah
memperhatikanmu dan berada di sisimu”
Usagi
semakin mendekat pada Kouneko dan menyatakan “Aku mencintaimu”. Kouneko mencium,
memeluk istrinya tanpa sepatah kata apapun.
Ini bukanlah akhir
dari hubungan mereka, di “chapter” selanjutnya aku yakinkan bahwa alasan mereka
bersama sangatlah realistis. Jadi apakah pernikahan terjadi tanpa ikatan cinta
itu ada…
Kouneko “Apa kamu ingat saat kita pertama bertemu? Kamu terlihat sangat
berantakan”
“Bodoh… sudah ku bilang itu bukan pertama kali” Usagi menyanggah
pertanyaan itu langsung.
Previous Chapter <<<< Part 1 | Part 2 | Part 3 >>>> Next Chapter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar