Sabtu, 30 April 2016

Jangan ganggu aku (Part 3/3)

Kouneko merasa kebingungan, dia berikir tentang apa yang dia rasakan terhadap Usagi. Kouneko merasa belum bisa mencintai Usagi, tapi tak ingin kehilangannya meski sebentar.
Hari menjelang malam, Kouneko masih tak bisa tertidur dengan minumannya yang telah habis. Kouneko melamun di tempat tidurnya dan mencoba memejamamkan mata berharap dia tidur dengan sendirinya.
Tiba tiba lampu menyala. Anehnya Kouneko yang memejamkan mata, mungkin dia masih setengah terjaga, berusaha tertidur lelap rasanya sulit. Dia merasa ada sesuatu yang hangat pada telapak tangannya hingga mencoba membuka mata perlahan untuk melihat apa yang sedang terjadi. Samar terlihat seseorang yang kelihatannya dia nantikan.
“Usagi … apa ini mimpi, jangan tinggalkan aku” Kouneko memeluk Usagi dengan eratnya setelah sadar bahwa Usagi lah yang memegang tangannya. Usagi hanya tersenyum.
“Bukankah kamu memintaku di sini menunggu, rasanya sangat lama menantikan kamu pulang”
“Jadi kamu merin dukan aku…” Usagi mempertanyakan itu pada Kou.
Entah sadar atau tidak Kouneko memulainya. Kouneko seakan tenggalam dan tak terkendali. Apakah Kouneko mulai mencintai Usagi, atau apa yang dia lakukan sebatas nafsu seorang pria. Kouneko dan Usagi, ini lah pertama kali nya mereka berhubungan, menghabiskan malam berdua setelah pernikahan.
Cahaya muncul dari balik kisi – kisi jendela dan ruangan menjadi semakin terang, siang hampir menjelang. Kouneko dan Usagi mereka masih bersama tertidur di ranjang. Kouneko akhirnya bisa tidur pulaas setelah beberapa hari menanti Usagi.
“Kou… bangun” Usagi berusaha membangunkan Kouneko yang tengah tertidur. Padahal Usagi sendiri masih setengah terbangun di samping Kouneko.
Kouneko yang masih mengantuk mulai terbangun, dia kaget seketika hingga rasa ngantuknya langsung menghilang. Kouneko tersadar kalau Usagi ada di sampingnya.
“Apa yang terjadi…” Kouneko sendiri tak begitu ingat yang dia lakukan semalam.
“Dasar bodoh… setelah apa yang kamu lakukan. Kamu pura – pura tak mengingat apa pun.” Usagi mengatakan perlahan.
“Jadi kita melakukannya… maafkan aku”
“Kenapa juga kamu minta maaf… Tidakkah kamu tau bahwa aku selalu menantikan ini” Usagi tersenyum dan memegang wajah Kouneko yang dingin.
“Maafkan aku…”
“Minta maaf lagi… kamu tak perlu mengatakannya berulang kali.”
Tiba – tiba Usagi merasakan sakit di perutnya. Kouneko pun menyadarinya hingga dia mulai menunjukkan perhatiannya pada Usagi.
“Jadi apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu lebih baik. Ah, kali ini akan aku buatkan sarapan untukmu” Ucap Kouneko.
Sebelum Kouneko pergi dari tempat tidur, Usagi menahan Kouneko, memegang tangannya dan mengatakan “cium aku”
Kouneko pun mencium kening istrinya yang masih berada di ranjang.
Beberapa waktu berlalu, Usagi berjalan ke arah ruang makan dengan agak terhuyung. Kouneko terlihat menata meja makanan dengan rapi.
“Usagi, kamu yakin baik – baik saja” Kouneko memapah Usagi hingga duduk di kursi.
Usagi memakan sup dan mencicipi makanan lainnya yang tersedia “Ini sangat lezat Kou”
“Benarkah” Kouneko akhirnya tersenyum pada Usagi.
“Ya, tentu aku tau semua ini adalah makanan instan” giliran Usagi yang tersenyum, dan Kouneko yang memalingkan wajahnya.
“Tapi terima kasih, telah meyajikan makanan yang untukku” Usagi lahap memakan semua makanan di meja.
“Usagi, ini sudah tengah hari, bagaimana dengan pekerjaan. Seingatku, aku tak pernah melihatmu melepaskan tanggung jawabmu dalam bekerja dan memimpin perusahaanmu, bahkan disaat sakit kamu sempatkan bekerja.” Usagi hanya tersenyum saat melihat Kouneko bicara seperti ini.
 “Kamu harusnya bergegas. Kamu sudah sangat terlambat. Biarkan aku yang mengantarmu”
Kouneko masih merasa bersalah atas yang dia lakukan pada Usagi semalam, dan bertanya tanya “apa jangan – jangan karena aku terlalu berlebihan”.
“Apa sakit… Usagi, apakah itu sangat menyakitkan ?” Kouneko merasa khawatir.
“Usagi jangan sembunyikan rasa sakitmu dengan terus terusan tersenyum seperti itu, Aku serius”
“Kou, aku tak apa. Sebenarnya aku hanya merasa lemah karena selama dua hari aku tak makan”
“Bodohnya... Seharusnya kamu jangan terlalu larut dalam pekerjaan hingga lupa untuk memperhatikan sedikit kondisimu” Kou terlihat mencemaskan Usagi.
“Tapi aku senang, baru kali ini aku melihatmu sekhawatir ini” Usagi melihat ke arah Kouneko.
“Aku bicara terlalu banyak rupanya, yang jelas aku tak yakin kamu baik baik saja” Kouneko mulai tersipu.
“Sebaiknya kamu tidak perlu masuk bekerja hari ini, biar aku kirim pesan pada bawahanmu” Kouneko menuju ruang tengah dimana teleponnya berada.
“Tidak perlu, aku sudah atasi semua,” Kata Usagi tegas, hingga Kouneko menghentikan langkahnya.
“Jadi kamu akan berangkat bekerja, sudah kubilang, hari ini jangan…”
“Aku keluar, aku tidak lagi menjabat sebagai direktur” dengan santainya Usagi bilang pada Kouneko bahwa dia sudah tidak bekerja lagi.
“Jangan bercanda” Kouneko menghampiri Usagi dan meyakinkan dirinya bahwa yang dikatakan Usagi hanyalah gurauan. Usagi punya kebiasaan menggoda Kouneko dengan candaan dan kata – kata yang tak bisa dipercaya.
“Kamu serius ?” Kouneko masih tak yakin dengan yang dia dengar.
“Aku serius, lagi pula papa sudah merasa sehat sejak lama, kurasa beliau rindu untuk kembali mengurus Hinori Group” 
Usagi berdiri dari kursinya, dia mendekat pada Kouneko dan dengan telapak tangannya yang lembut menyentuh wajah Kouneko. Usagi meyakinkan Kouneko dengan berkata “lihat aku. Sekarang aku adalah istrimu. Aku di sini untuk mu, tanggung jawabku adalah memperhatikanmu dan berada di sisimu”
Usagi semakin mendekat pada Kouneko dan menyatakan “Aku mencintaimu”. Kouneko mencium, memeluk istrinya tanpa sepatah kata apapun.

Ini bukanlah akhir dari hubungan mereka, di “chapter” selanjutnya aku yakinkan bahwa alasan mereka bersama sangatlah realistis. Jadi apakah pernikahan terjadi tanpa ikatan cinta itu ada…


Kouneko “Apa kamu ingat saat kita pertama bertemu? Kamu terlihat sangat berantakan”

“Bodoh… sudah ku bilang itu bukan pertama kali” Usagi menyanggah pertanyaan itu langsung.



Previous Chapter <<<< Part 1 | Part 2 | Part 3 >>>> Next Chapter 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar